Tuesday, April 26, 2011

salah paham?!

Rabb, saya percaya...
saat semua orang diluar sana salah memahami maksudku,
bahkan orang yang  semestinya paham juga salah memahami maksudku,
saya percaya...
Kau tidak tidur sehingga Kau paham.
Kau begitu dekat sehingga Kau paham.
Kau maha tau sehingga Kau paham.
maka tunjukkan jalan sehingga mereka paham,
setidaknya kepada orang yang semestinya paham.

TRADISI UANG PANAI’ DALAM BUDAYA BUGIS-MAKASSAR UNTUK MENIKAHI WANITA BUGIS-MAKASSAR


Pemaparan dan aplikasi budaya Uang panai'
     Budaya pernikahan pada tiap-tiap daerah selalu menjadi hal yang sangat menarik untuk dibahas. Baik dari segi latar belakang budaya pernikahan tersebut, maupun dari segi kompleksitas pernikahan itu sendiri. Karena dalam pernikahan yang terjadi bukan hanya sekedar menyatukan dua orang yang saling mencintai, lebih dari itu, ada nilai nilai yang tak lepas untuk dipertimbangkan dalam pernikahan seperti status sosial, ekonomi, dan nilai-nilai budaya dari masing-masing keluarga pria dan wanita.
     Di Sulawesi Selatan, dalam budaya pernikahan bugis-makassar sendiri ada satu hal yang sepertinya telah menjadi khas dalam pernikahan yang akan diadakan yaitu uang naik atau oleh masyarakat setempat disebut uang panai'. Uang panai' ini adalah sejumlah uang yang diberikan oleh calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita yang akan digunakan untuk keperluan mengadakan pesta pernikahan dan belanja pernikahan lainnya. Uang panai' ini tidak terhitung sebagai mahar penikahan melainkan sebagai uang adat namun terbilang wajib dengan jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak atau keluarga.
     Uang panai' untuk menikahi wanita bugis-makassar terkenal tidak sedikit jumlahnya. Tingkat strata sosial wanita serta tingkat pendidikannya biasanya menjadi standar dalam penentuan jumlah uang naik. Jadi, jika calon mempelai wanita adalah keturunan darah biru (keluarga kerajaan Tallo, Gowa atau Bone), maka uang naiknya akan berpuluh-puluh juta. Begitupun jika tingkat pendidikan calon mempelai wanita adalah S1, S2, atau Kedokteran, maka akan berlaku hal yang sama.
     Pihak keluarga (saudara ayah atau ibu), memiliki pengaruh yang cukup penting dalam pengambilan keputusan mengenai besarnya uang panai' dan mahar. Tidak jarang, banyak lamaran yang akhirnya tidak diteruskan, karena tidak bertemunya keinginan dua pihak. Ironisnya, bersumber dari keluarga ayah atau ibu. Langkah terakhir yang ditempuh bagi pasangan yang telah saling mencintai adalah ‘kawin lari (silariang), sebagai jalan pintas untuk tetap bersama.
Dinamika Psikologis yang terjadi dalam budaya uang panai'
     Berbicara dalam lingkup budaya, manusia merupakan makhluk yang terikat dengan jaring-jaring sosial-kebudayaan yang membatasi karena budaya itu sendiri didefinisikan sebagai program yang terdiri dari aturan-aturan yang diikuti bersama yang mengatur perilaku seluruh anggota dari kebudayaan tersebut serta mengangkat seperangkat nilai dan kepercayaan yang di ikuti secara bersama bersama.
     Terkait dengan budaya uang panai' untuk menikahi wanita bugis-makassar, jika jumlah uang naik yang diminta mampu dipenuhi oleh calon mempelai pria, hal tersebut akan menjadi prestise (kehormatan) bagi pihak keluarga perempuan. Kehormatan yang dimaksudakan disini adalah rasa penghargaan yang diberikan oleh pihak calon mempelai pria kepada wanita yang ingin dinikahinya dengan memberikan pesta yang megah untuk pernikahannya melalui uang panai' tersebut.
     Dalam kajian psikologi sendiri Maslow memaparkan bahwa semua orang dalam masyarakat mempunyai kebutuhan atau menginginkan penilaian terhadap dirinya yang mantap, mempunyai dasar yang kuat, dan biasanya bermutu tinggi, akan rasa hormat diri atau harga diri. Karenanya, Maslow membedakan kebutuhan ini menjadi kebutuhan akan penghargaan secara internal dan eksternal. Yang pertama (internal) mencakup kebutuhan akan harga diri, kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan, prestasi, ketidaktergantungan, dan kebebasan (kemerdekaan). Yang kedua (eksternal) menyangkut penghargaan dari orang lain, prestise, pengakuan, penerimaan, ketenaran, martabat, perhatian, kedudukan, apresiasi atau nama baik. memenuhi jumlah uang panai" yang ditetapkan juga dianggap sebagai bentuk penghargaan.
     Jumlah nominal uang panai’ untuk menikahi wanita bugis-makassar ini kemudian dipersepsikan sebagian orang yang kurang paham sebagai "harga anak perempuan" atau bahkan dipersepsikan sebagai perilaku "menjual anak perempuan". Bagaimanapun persepsi merupakan gambaran yang bergantung dari pengalaman sebelumnya. bagi pria daerah lain yang membutuhkan modal yang tidak begitu banyak untuk pernikahan seperti pria jawa, sangat wajar jika mempersepsikan uang panaik' sebagai harga seorang anak perempuan makassar karena pada daerah asalnya tidak demikian banyakanya. Begitupun dengan individu yang menganggap kemegahan pernikahan bukanlah jaminan sejahteranya kehidupan rumah tangga kedepan.
     Jumlah uang panai' yang bergantung dari tingkat strata sosial dan pendidikan calon mempelai wanita dilihat dari sisi peran keluarga calon mempelai wanita. Wade, C. dan Travis, C. (2007) menjelaskan bahwa peran merupakan kedudukan sosial yang diatur oleh seperangkat norma yang kemudian menunjukkan perilaku yang pantas. hal ini menunjukkan bahwa secara sadar atau tidak sadar, mau tidak mau, masyarakat yang berada dimanapun memang dibagi berdasarkan beberapa tingkatan sosial.
     Dengan peran yang dimiliki keluarga calon mempelai wanita yang semakin tinggi, maka nilai uang panai' yang juga semakin tinggi adalah perilaku yang dianggap pantas untuk kedudukan tersebut. strata sosial ini akan mempengaruhi sudut pandang dan cara hidup masyarakat. Parsons, seorang ahli sosiologi menyimpulkan adanya beberapa sumber status seseorang yaitu :
1.   Keanggotaan di dalam sebuah keluarga. Misalnya, seorang anggota keluarga yang memperoleh status yang tinggi oleh karena keluarga tersebut mempunyai status yang tinggi di lingkungannya.
2.   kualitas perseorangan yang termasuk dalam kualitas perseorangan antara lain karakteristik fisik, usia, jenis kelamin, kepribadian.
3.   Prestasi yang dicapai oleh seseorang dapat mempengaruhi statusnya. Misalnya, pekerja yang berpendidikan, berpengalaman, mempunyai gelar, dsb.
4.    Aspek materi dapat mempengaruhi status seseorang di dalam lingkungannya. Misalnya, jumlah kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.
5.   Kekuasaan dan kekuatan (Autoriry and Power). Dalam suatu organisasi, individu yang memiliki kekuasaan atau kewenangan yang formal akan memperoleh status yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu-individu di bawahnya.
    Beberapa orang yang memang paham benar dengan budaya uang panai' ini biasanya melakukan kompromi terlebih dahulu namun tidak sedikit yang memang kurang memahami budaya ini memilih untuk mundur teratur karena terbayang akan besarnya modal yang harus disiapkan. Sementara, kehidupan awal dari sebuah pernikahan, sejatinya  baru dimulai setelah ijab qabul.
     Bagi pria lokal atau yang juga berasal dari suku bugis-makassar, memenuhi jumlah uang panai' juga dapat dipandang sebagai praktik budaya siri’, dimana sering terjadi saat mempelai lelaki tak mampu memenuhi permintaan itu lelaki umumnya menebus rasa malu itu dengan pergi merantau dan kembali setelah punya uang yang disyaratkan. jadi wanita yang benar-benar dicintainya menjadi motivasi yang sangat besar untuk memenuhi jumlah uang panai' yang di syaratkan. Motivasi dapat diartikan sebagai faktor pendorong yang berasal dalam diri manusia dalam hal ini untuk memenuhi jumlah uang panai’, yang akan kemudian mempengaruhi cara bertindak seseorang. Dengan demikian, motivasi kerja akan berpengaruh terhadap performansi nya dalam bekerja.
     Selain motivasi, keinginan untuk memenuhi uang panai’ yang disyaratkan juga terkait dengan teori kepuasan yang lebih didekatkan pada factor – factor kebutuhan dan kepuasan individu yang menyebabkannya bertindak dan berperilaku dengan cara tertentu. Hal yang memotivasi semangat bekerja seseorang adalah untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan material maupun nonmaterial dalam hal ini keuangan dan dapat menikahi wanita yang hendak dilamarnya yang diperolehnya dari hasil pekerjaannya. Jika kebutuhan dan kepuasannya semakin terpenuhi maka semangat kerjanya pun akan semakin baik pula. Jadi pada kesimpulannya, seseorang akan bertindak untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan (Inner Needs) dan kepuasannya.



Kesimpulan
     Pada dasarnya uang panai’ merupakan tradisi dalam budaya bugis-makassar untuk menikahi wanita bugis-makassar. Uang panai’ dan jumlah nominalnya yang terkenal sangat banyak semestinya tidak dijadikan patokan karena bagaimanapun segala hal tergantung dari usaha individu dan berpulang pada keputusan Tuhan yang maha esa. Disamping itu pihak keluarga juga harus lebih open minded mengenai kelangsungan pernikahan yang tidak dapat dinilai dari kemegahan pesta atau perayaan pernikahan yang dilakukan. Serta dari banyak tidaknya uang yang dimiliki oleh pria yang akan melamar. Karena uang hanya hiasan dalam kehidupan sementara tujuan hidup adalah ketenangan.
     Budaya seharusnya tidak dijadikan sebagai penghalang, namun dilihat sebagai pewarna dalam sosialisasi dan interaksi kehidupan.







Sekian
Referensi :
AntaraNews. Tanpa tahun. Menggugat Tradisi Uang Naik Lewat Film Pendek. (online). (http://antaranews.com. Diakses pada 12 April 2011)
Aulia, A. (2008). Pernikahan Vs Adat. (Online). (http://anaaulia.multiply.com/feed.rss, diakses pada 12 April 2011)
Boeree, C.G. (tanpa tahun). General Psychology. Jogjakarta: Kelompok Penerbit Ar-Ruzz.
Harahap, A.R. (2010). Harakiri dan Siri’ Bugis-Makassar. (online). (http://wijatobone.blogdetik.com/feed/, diakses pada 12 April 2011)
Lumar, N. (2009). Kebiasaan Uang Naik pada Bugis-Makassar. (online). (http://www.journalnovalumar.com/feeds/posts/default?alt=rss, diakses pada 12 April 2011)
Travis, C. & Wade, C. (2008). PSIKOLOGI, edisi ke-9. Jakarta: Penerbit Erlangga.


Sunday, April 10, 2011

Tuhan... izinkan saya berhijab

dengan selembar jilbab pinjaman ini...saya berkutat... saya: id ego superego...
ingin kuputuskan mengenakannya dengan sebaik-baiknya hijab...

bukan karena hampir semua kata yg kutemui melisankan bahwa jilbab itu mengindahkan wajahku...
sesuatu didalam sana...seperti enggan jika saya melepaskan tiap perkuliahanku usai...

tapi sesuatu di luar... itu seperti tembok yang angkuh...
saya takut menodai indahnya jilbab ini dengan munafik ku...

dan...


saya masih berkutat dengan jilbab ini... saya: id, ego, superego...

biasa saja

ditengah malam yang biasa.
seperti biasa...
mencoba menalarkan kejadian-kejadian yang entah biasa atau luar biasa, bersama orang yang biasa...
menuliskannya dengan biasa
mmm... ini sama dengan malam-malam lalu yang biasa...